Jumat, 23 Maret 2012
Kamis, 22 Maret 2012
BAB IV PENYUSUNAN ALAT EVALUASI
4.1. Pendahuluan
Pada umumnya pelaksanaan evaluasi hasil
belajar matematika merupakan tes tertulis, di samping pelaksanaan tes lisan dan
perbuatan yang dilakukan sewaktu-waktu dalam pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar. Pelaksanaan tes tertulis dalam rangka ulangan harian ( tes formatif
)biasanya sudah disusun dalam satuan pembelajaran, akan tetapi untuk tes
sumatif penyusunannya dibuat secara khusus. Agar tes sumatif itu dapat mewakili
bahan pelajaran yang telah diberikan atau dipelajari siswa, sesuai dengan
tujuan instruksioan khusus yang telah dirumuskan, dan dapat mencapai jejang
kognitif yang diharapkan, sebelum penyusunan tes perlu memuat persiapan
sebaik-baiknya terlebih dahulu. Kemampuan ini bagi guru sangat penting
dipahami, karena dalam kegiatan sehari-hari sebagai guru matematika disekolah
akan banyak dipakai, baik dalam melaksanakan tes formatif maupun dalam tes
formatif maupun dalam tes sumatif.
4.2. Evaluasi Hasil Belajar
Dalam penyusunan tes ini langkah utama
yang harus ditempuh agar memadai, yaitu :
1. Menyusun Kerangka
Suatu tes untuk mengevaluasi
hasil belajar disebut baik jika materi yang terkandung dalam butir-butir tes
tersebut dapat mewakili seluruh materi yang telah dipelajari siswa. Pada
kondisi pertama akan muncul unsur spekulatif. Artinya jika siswa kebetulan
mempelajari atau mendalami materi yang sesuai dengan materi soal yang di
sajikan, ia akan mendapat hasil yang baik. Padahal ia tidak menguasai bagian
materi yang lainnya. Sebaliknya jika siswa secara tidak kebetulan mempelajari
suatu materi dan tidak tersaji dalam soal tes, ia akan mendapat hasil yang
jelek. Pada kondisi kedua, kemungkinan besar hasil evaluasi akan jelek sebab
siswa belum mempelajarinya apalagi memahaminya.
Untuk menghindari kedua hal
tersebut di atas sehingga mendapatkan suatu perangkat tes yang
representatifseyogyanya dilakukan analisis rasional. Artinya dengan
melaksanakan analisis berdasarkan pikiran logik tentang materi-materi yang akan
diteskan, tujuan instruksional, tipe dan bentuk tes, dan jenjang kognitif yang
akan dicapai.
Analisis
rasional tersebut dituangkan dalam bentuk “blue print” atau “lay out” atau
“kisi-kisi”yang berisi pokok-pokok uji yang akan disajikan dalam tes. Kisi-kisi
adalah suatu acuan berbentuk kerangka mengenai alokasi bahan, tipe bentuk tes ,
aspek intelektual, taraf kesukaran, jumlah soal dan persentasinya.
Kisi-kisi
berfungsi seperti halnya peta tentang penyebaran butir soal, sehingga bahan, bentuk
soal, aspek intelektual, taraf kesukaran, jumlah soal dan persentasenyadapat
tersebar secara merata. Kisi-kisi yang baik akan dapat menentukan keberhasilan
belajar testi dengan tepat, sehingga hasil evaluasi bisa mencerminkan kemampuan
siswa.
Berikut
ini akan diuraikan mengenai cara pengisian format di atas.
1) Judul kisi-kisi memuat Bidang Studi/ Sub Bidang Studi yang akan dibuat
butir-butir soalnya yaitu Matematika Kelas/Jurusan/Tingkat Sekolah dimaksudkan
bahwa soal itu ditujukan untuk Kelas, Jurusan, dan Tingkat Sekolah siswa yang
bersangkutan.
2) Kolom (1) diisi dengan Pokok Bahasan/ Sub Poko Bahasan dan Taraf
Kesukaran. Untuk mengisinya bisa melihat GBPP atau buku sumber. Sebaiknya
dituliskan nomor Pokok Bahasan/Sub Pokok Bahasantersebut sesuai dengan nomor
pada GBPP.
3) Untuk kolom (2) sampai dengan kolom (6) diisi dengan nomor butir soal
pada masing-masing sel sesuai dengan jenjang kognitif yang ingin dicapai, dari
C.1 sampai C.6, serta ragam pilihan ganda yang sesuai.
4) Kolom (7) diisi dengan banyaknya butir soal menurut derajat kesukaran
(Md, Sd, Sk) untuk setiap sub pokok bahasan yang disajikan.
5) Kolom (8) diisi dengan banyaknya butir soal menurut sub pokok bahasan,
sebagai jumlah dari kolom (7).
6) Kolom (9) diisi dengan persentase butir soal untuk setiap sub pokok
bahasan yang diperoleh dengan membagi bilangan pada kolom (8) dengan jumlah
seluruh soal, kemudian dikalikan dengan 100%.
7) Dengan cara yang sama kita dapat mengisi baris jumlah pada bagian bawah
tabel, sekalian dengan persentasenya.
8) Terakhir, koreksi pekerjaan anda dengan mencocokkan jumlah menurut
kolom dan jumlah menurut baris.
2. Menulis Butir Soal
Setelah melengkapi
kisi-kisi yang menggambarkan keseluruhan tes yang akan dibuat, hendaknya
pembuat tes melengkapinya dengan Format Penulisan Soal (FPS) seperti tampak
dibawah ini.
FORMAT PENULISAN SOAL
BIDANG STUDI :
JENJANG
SEKOLAH :
PERKIRAAN
WAKTU :
NO
|
NO POKOK
BAHASA/ SUB POKO BAHASAN
|
BAHAN KELAS
|
JENJANG
KOGNITIF
|
TIK
|
NOMOR SOAL
|
SOAL
|
TINGKAT
KESUKARAN
|
BENTUK SOAL
|
KUNCI
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Keterangan : Jenjang
Kognitif Tingkat
Kesukaran Bentuk Soal
C1
= pengetahuan Md = mudah A = melengkapi pilihan
C2
= pemahaman Sd = sedang B
= hubungan antar hal
C3
= penerapan Sk = sukar C
= tinjauan kasus
C4
= analisis D
= asosiasi pilihan ganda
C5
= sintesis E
= membaca diagram
C6
= evaluasi
Pengisian FPS ini merupakan penjabaran dari
kisi-kisi yang dilengkapi dengan rumus TIK dan soal secara lengkap ( dengan
kunci jawabanya ), maka diperkirakan cara pengisianya tidak akan sulit.
4.3
Evaluasi Sikap
Telah diutarakan di muka pada bagian 2.1 (2)
halaman 65 bahwa tujuan pendidikan, termasuk didalamnya pengajaran, selain
daripada daerah kognitif dan psikomotorik adalah daerah afektif. Diantaranya
adalah yyang berkenaan dengan sikap (attitude) sebagai manisfestasi dari minat,
motifasi, perasaan, dan semacamnya. Olehh karena itu evaluasi untuk bidang
studi matematika tidak hanya terbatas pada bidang afekti, khususnya mengenai
sikap siswa.
Pembentukan
daerah afektif sebagai hasil belajar matematika relatif lebih lambat daripada
pembentukan daerah kognitif dan psikomotorik, karena perubahan daerah afektif
(baca sikap) memerlukan waktu yang lebih lama dan merupakan akibat dari
pembentukan pada daerah kognitif dan psikomotorik. Gakne (1974) menyebutkan
bahwa daerah afektif ini sebagai obyek matematika yang sifatnya tidak langsung,
sedangkan daerah kognitif dan psikomotorik sebagai obyek langsung, yang dapat
secara langsung dapat dimiliki dalam diri
siswa setelah kegiatan belajar mengajar berlangsung.
Dengan
melaksanakan evaluasi sikap terhadap matematika, ada beberapa hal yang bisa
diperoleh guru, antara lain bisa :
1)
Memperoleh balikan (feed back)
sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan program pengajaran
remidial;
2)
Memperbaiki perilaku diri sendiri (guru)
maupun siswa;
3)
Memperbaiki atau menambah
fasilitas belajar yang masih kurang; dan
4)
Mengetahui latar belakang
kehidupan siswa yang berkenaan dengan aktivitas belajarnya.
Pengertian
sikap itu sendiri berkenaan dengan perasaan (kata hati) dan manifestasinya
berupa perilaku yang bersifat positif (favorable) atau nagatif (unfavorable)
terhadap obyek atau obyek-obyek tertentu. Obyek-obyek tersebut bisa diri
sendiri, orang lain, kegiatan, keadaan, lingkungan, dan sebagainya.
Pada
bagian terdahulu telah dikemukakan bahwa untuk mengevaluasi sikap dapat
dilakukan dengan wawancara., observasi, dan angket dengan segala kekurangan dan
kelebihannya.
Beberapa
kriteria yang harus diperhatikan dalam menyusun pernyataan untuk mengungkapkan
sikap seseorang terhadap suatu obyek, sehingga bisa memperoleh jawaban yang
benar-benar diharapkan, setiap pernyataan yang diajukan hendaknya tidak
meragukan dan menimbulkan tafsiran lain. Edwars (1969, 13-14) mengemukakan
kriteria tersebut adalah :
1)
Arahkanlah pernyataan yang
dikemukakan yang berhubungan dengan kondisi aktual, tidak mengungkapkan hal-hal
yang sifatnya sudah basi;
2)
Hindarkan pernyataan yang
merupakan suatu fakta atau dapat dianggap fakta, sehingga tidak mengungkapkan
siakp;
3)
Pernyataan hendaknya tidak
mengandung arti yang bermacam-macam, sehingga membingungkan;
4)
Pernyataan hendaknyya relevan
dengan aspek psikologis yang akan dievaluasi;
5)
Hindarkan pernyataan yang akan
disetujui oleh semua responden, atau sebaliknya;
6)
Pilihlah pernyataan-pernyataan
yang dianggapmewakili isi keseluruhan skala sikap yang akan dievaluasi;
7)
Susunlah pernyataan dalam bahasa
yang sederhana, jelas, dan langsung pada pokok masalah;
8)
Pernyataan yang disajikan
diusahakan singkat;
9)
Tiap pernyataan diuashakan hanya nenuat
satu pokok pikiran;
10)
Hindarkanlah kata-kata yang
sifatnya universal, seperti semua, setiap, selalu, tak satu pun, atau tak
pernah sehingga tidak menimbulkan keraguan;
11)
Hati-hati menuliskan pernyataan
dengan menggunakan kata “hanya”, dan sejenisnya,
12)
Usahakan menyusun pernyataan
dengan kalimat tunggal;
13)
Gunakan kata-kata yang sudah
banyak dikenal(familiar)agar tidak menyesatkan; dan
14)
Hindarkan menggunakan pernyataan
yang mengandung kata negatif lebih dari satu kali;
Keabsahan
( validitas ) suatu skala sikap biasanya dilakukan dengan cara mempertimbangkan
(judgement) nya secara teoritik. Untuk validitas isi bisa diperiksa apakah
pernyataan-pernyataan yang disajikan telah memiliki komponen-komponen sikap
yang akan dievaluasi.Untuk validitas tampilan ( face validity ), apakah
butir-butir pernyataan yelah cukup jelas, mudah dipahami, baik dari segi bahasa
mau pun dari segi teknis lainnya. Untuk validitas konstruksi psikologis, apakah
seluruh pernyataan yang disajikan telah sesuai dengan tujuan evaluasi sikap tersebut
dan maupun mengungkapkannya.
4.3.1 Skala Likert
Dalam skala likert, responden (subyek)
diminta untuk membaca dengan sesama setiap pernyataan yang disajikan, kemudian
ia diminta untuk menilai pernyataan-pernyataan itu. Pernilaian terhadap pernyataan-pernyataan
itu sifatnya subyektif, tergantung dari kondisi sikap masing-masing
individu.faktor dari luar yang bisa mempengaruhi diusahakan tidak ada.
Derajat penilaian siswa terhadap suatu
pernyataan terbagi ke dalam 5 (lima) kategori yang tersusun secara bertingkat,
mulai dari Sangat Tidak Setuju (STS),Tidak Setuju (ST), Netral (N), Setuju (S),
dan Sangat Setuju (SS) atau bisa pula disusun sebaliknya.
Dalam
menganalisis hasil angket, skala kualitatifdi atas ditransfer ke dalam skala
kuantitatif. Untuk pernyataan yang bersifat positif ( favorable )kategori
Ssdiberi skor tinggi, makin menuju ke STS skor yang diberikab berangsur-angsur
menurun.
Sebaliknya
untuk pernyataan yang bersifat negatif ( unfavorable )untuk kategori SS diberi
skor terendah, makin menuju ke STS skor yang diberikan berangsur-angsur makin
tinggi.
Pembicaraan mengenai bobot untuk setiap
pernyataan untuk angket yang dibuat, dalam buku ini akan ditentukan secara
kasar saja dengan mengansumsikan bahwa setiap pernyataan yang disajikan memiliki
kontribusi yang sama terhadap sikap individu secara keseluruhan. Hal ini
dimaksudkan agar pembuatan angket skala
sikap model ‘Likert ini bisa mudah dipahami dan dilaksanakan.
Pembobotan yang paling sering dipakai dalam
mentransfer skala kualitatif ke dalam skala kuantitatif adalah.
Untuk
pernyataan favorable, jawaban :
SS diberi skor 5
S diberi skor 4
N diberi skor 3
TS diberi skor 2
STS diberi skor 1
Sebaliknya
untuk pernyataan unfavorable, jawaban :
SS diberi skor 1
S diberi skor 2
N diberi skor 3
TS diberi skor 4
STS diberi skor 5
Hal yang perlu dicatat bahwa bobot (skor)
untuk setiap pernyataan itu tidak disajikan dalam lembaran angket, tetapi hanya
untuk keperluan pengolahan data saja. Jika disajikan kemungkinan unsur
obyektivitas responden dapat dipengaruhi oleh adanya skor tersebut. Di samping
itu agar jawaban siswa tidak spekulatif, usahakan penyajian butir pernyataan
yang favorable dan yang unfavorable tidak terpola.
4.3.2 Skala Thurstone
Selain dari skala Likert, skala lain yang
banyak dipergunakan untuk mengungkapkan sikap individu adalah Skala Thurstone.
Skala Thurstone memuat sejumlah pernyataan yang harus dipilih oleh respoonden,
yang masing-masing telah diberi skor (bobot) tertentu.
Pada skala Likert pembuat angket bisa saj
mengasumsikanbahwa kontribusi setiap pernyataan terhadap sikap dari seseorang
individu sama, tetapi dalam skala Thurstone justru hal ini yang dipentingkan.
Pernyataan yang kontribusinya terhadap sikap lebih tinggi diberi skor lebih
besar, sebaliknya pernyataan yang kontribusinya lebih rendah diberi skor lebih
kecil. Dengan demikian dalam skala ini pernyataan-pernyataan yang disajikan
tidak dipilah ke dalam pernyataan yang favorable dan unfavorable.
Pernyataan
yang disajikan dengan mengunakan skala Thurstone ini biasanya dibuat sebanyak
10 (sepuluh) butir. Responden diminta memilih 5 pernyataan yang paling sesuai
dengan sikapnya. Skor yang diperoleh responden didapat dengan menghitung terata
skor dari pernyataan yang dipilih tadi. Interpretasi dari hasil angket bahwa
responden bersikap positif atau bersifat negatif tergantung dari interval skor
yang dipergunakan.
Berikut ini disajikan contoh angket yang disajikan dengan menggunakan
model skala Thurstone.
Putunjuk
: pilihlah 5 (lima) buah pernyataan yang paling sesuai dengan sikap anda
terhadap pelajaran matematika, dengan cara membubuhkan tanda cek (V) di depan
nomor
pernyataan di dalam tanda kurung.
1)
Saya senang belajar matematika
2)
Matematika adalah segalanya buat
saya
3)
Jika ada pelajaran kosong saya
lebih suka diisi dengan pelajaran matematika.
4)
Belajar matematika menumbuhkan
sikap kritis dan kreatif.
5)
Saya merasa pasrah terhadap
ketidak-berhasialan saya dalam matematika.
6)
Penguasaan matematika akan sangat
membantu dalam mempelajari bidang studi lain.
7)
Saya selalu ingin mengingatkan
pengetahuan dan kemampuan saya dalam matematika.
8)
Pelajaran matematika sangat
menjemukan.
9)
Saya merasa terasing jika ada
teman membicarakan matematika.
10)Saya tidak pernah menambah pengetahuan
matematikaselain pelajaran di kelas.
Dibandingkan
dengan skala Likert, skala Thurstone hanya menyajikan butir pernyataan yang
sedikit sehingga aspek sikap yang bisa diungkapkan relatif sedikit pula.Namun
demikian skala Thurstone mempunyai kelebihan pada ketajaman pernyataan untuk
menggungkapkansikap tersebut, sehingga lebih sedikit kemungkinan responden
menjawab dengan cara menebak. Untuk mengurangi kelemahan di atas di samping
cara pemberian skor yang cukup rumit, untuk setiap aspek mengenai sikap bisa
dibuat satu set (10 butir)pernyataan. Misalkan dari segi materi matematika,
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, sistem evaluasi, saran dan prasarana,
masing-masing 10 butir pernyataan sehingga seluruh aspek sikap terhadap
matematika bisa terungkap.
4.3.3 Skala Guttman
Pada skala sikap model Guttman, tingkat
ketajaman kontribusi pernyataan terhadap sikap yang akan diungkapkan lebih
jelas lagi, sebab jawaban terhadap pernyataan pertama disusul (dilacak) oleh
pernyataan kedua, dan pernyataan kedua disusul lagi oleh pernyataan ketiga, dan
seterusnya. Pernyataan berikutnya merupakan pelacak tentang jawaban pada
pernayataan sebelumnya. Jadi setiap pernyataan yang disajikan saling terkait,
tidak saling lepas satu sama lain.
Karena sifat dari pernyataan yang disajikan
dalam skala Guttman demikian, maka ruang lingkup masalah (aspek) yang berkenaan
dengan sikap seseorang menjadi sempit. Seringkali hanya satu aspek saja yang
bisa diungkapkan. Untuk menaggulangi kelemahan ini, bisa dibuat beberapa set
pernyataan seperti halnya pada skala Thurstone.
Jawaban yang harus diberikan pada skala
Guttman dengan cara menumbuhkan tanda cek (V)pada kolom “YA”, “MUNGKIN YA”,
“MUNGKIN TIDAK”, dan “TIDAK”.
Berikut ini disajikan suatu contoh instrumen
(angket) dengan menggunakan skala Guttman
Petunjuk
: Bubuhkan tanda cek (V) pada tempat yang telah disediakan sesuai dengan sikap
anda terhadap pernyataan-pernyataan yang disajikan.
SIKAP
ANDA TERHADAP PELAJARAN METEMATIKA
NO
|
Pernyataan
|
Ya
|
Mungkin
|
Tidak
|
|
|
Ya
|
Tidak
|
|
||
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
|
Pelajaran matematika sangat
menyenangkan
Saya selalu berusaha meningkatkan
kemampuan saya dalam matematika
Sya selalu berusaha untuk
mengerjakan soal matematika dengan baik
Saya selalu berusaha untuk
melengkapi buku-buku matematika
Saya merasa sedih jika tidak bisa
mengerjakan soal metematika dengan baik
Saya tidak merasa pasrah terhadap
ketidakberhasilan saya dalam matematika
Saya seringkali menambah
pengetahuan matematika diluar jam pelajaran luar sekolah
Saya merasa senang jika ada teman
yang membicarakan matematika
Matematika dirasakan ada manfaatnya
dalam kehidupan sehari-hari
Saya belajar matematika karena
merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diikuti
|
|
|
|
|
4.3.4 Skala Diferansial Semantik
Skala Diferensial Sematik mula-mula
dikembangkan oleh Osgood dan kawan-kawan. Skala ini menuntut responden untuk
memberikan penilaian tentang suatu obyek atau keadaan dengan memberikan tanda
(sek) pada kontinum (selang)pernyataan yang ditulis ekstrimnya, yaitu ekstrim
negatif dan ekstrim positif. Titik tengah kontinum itu sebagai titik netral
(nol).
Untuk memberikan skor pada jawaban siswa,
tempat-tempat tertentu pada kontinum itu diberi nilai, mulai dari nilai negatif
menuju nilai positif, dari kiri kekanan.
Skala
penilaian yang biasa dipergunakan adalah
-3,-2,-1, 0, 1,
2, 3
Atau
bisa juga ditulis sebaliknya.
Jika nilai merata yang diperoleh seorang
individu lebih besar dari pada nol, maka ia mempunyai sikap positif, sebaliknya
jika kurang dari pada nol maka ia bersikap negatif.
Berikut ini disajikan contoh skala sikap model
diferensial semantik tentang pengajaran matematika.
PENGAJARAN
MATEMATIKA DI KELAS
No
|
Pernyataan
Kiri
|
Jawaban
|
Pernyataan
Kanan
|
1
2
3
4
5
6
7
8
|
Sulit dimengerti
Tegang
Ruwet
Kurang contoh
Contoh kurang relavan
Pemberian contoh tidak menambah
pengertian
Pekerjaan rumah terlalu banyak dan
sulit
Evaluasi kurang obyektif dan tidak
kontinu
|
|
Mudah dimengerti
Menyenangkan
Sistematik
Contoh cukup banyak
Contoh cukup relavan
Pemberian contoh menambah
pengertian
Pekerjaan rumah cukup dan
bervariasi
Evaluasi obyektif dan kontinu
|
4.4 Evaluasi Keterampilan Matematika
Keterampilan matematika mencakup dua
hal,yaitu keterampilan kognitif dan keterampilan psikomotorik. Keterampilan
kognitif berupa kecepatan mengerjakan soal-soal matematika, misalnya alogaritma
(berhitungan matematika dengan menggunakan aturan atau pola tertentu) atau
sola-soal matematika yang proses pengerjaannya sudah rutin.Lebih cepat
mengerjakan soal-soal tersebut dikatakan lebih trampil. Soal-soal jenis ini
kebanyakan berkenaan dengan jenjang kognitif C.1 (pengetahuan).
Keterampilan matematika yang bersifat
psikomotorik berupa keterampilan fisik dalam menggunakan alat-alatmatematika
dengan tepat, cepat, sistematik, dan benar.
Misalnya
terampil menggunakan sepasang mistar segitiga atau jangka dalam melukis bangun
geometri, garis sejajar, garis tegak lurus;terampil menggunakan kalkulator ,
dan terampil memanipulasi alat peraga matematika.
Untuk mengevaluasi keterampilan kognitif bisa
dilakukan dengan tes lisan atau tertulis, sedangkan untuk mengevaluasi
ketarmpilan psikomotorik digunakan tes perbuatan. Untuk hal terakhir ini bisa
dilakukan dengan melalui observasi dengan menggunakan pedoman observasi seperti
yang telah dicontohkan pada halaman dan di muka.
Langganan:
Postingan (Atom)