Kamis, 22 Maret 2012

BAB IV PENYUSUNAN ALAT EVALUASI



4.1.  Pendahuluan
         Pada umumnya pelaksanaan evaluasi hasil belajar matematika merupakan tes tertulis, di samping pelaksanaan tes lisan dan perbuatan yang dilakukan sewaktu-waktu dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Pelaksanaan tes tertulis dalam rangka ulangan harian ( tes formatif )biasanya sudah disusun dalam satuan pembelajaran, akan tetapi untuk tes sumatif penyusunannya dibuat secara khusus. Agar tes sumatif itu dapat mewakili bahan pelajaran yang telah diberikan atau dipelajari siswa, sesuai dengan tujuan instruksioan khusus yang telah dirumuskan, dan dapat mencapai jejang kognitif yang diharapkan, sebelum penyusunan tes perlu memuat persiapan sebaik-baiknya terlebih dahulu. Kemampuan ini bagi guru sangat penting dipahami, karena dalam kegiatan sehari-hari sebagai guru matematika disekolah akan banyak dipakai, baik dalam melaksanakan tes formatif maupun dalam tes formatif maupun dalam tes sumatif.
4.2.  Evaluasi Hasil Belajar
         Dalam penyusunan tes ini langkah utama yang harus ditempuh agar memadai, yaitu :
1.       Menyusun Kerangka
                Suatu tes untuk mengevaluasi hasil belajar disebut baik jika materi yang terkandung dalam butir-butir tes tersebut dapat mewakili seluruh materi yang telah dipelajari siswa. Pada kondisi pertama akan muncul unsur spekulatif. Artinya jika siswa kebetulan mempelajari atau mendalami materi yang sesuai dengan materi soal yang di sajikan, ia akan mendapat hasil yang baik. Padahal ia tidak menguasai bagian materi yang lainnya. Sebaliknya jika siswa secara tidak kebetulan mempelajari suatu materi dan tidak tersaji dalam soal tes, ia akan mendapat hasil yang jelek. Pada kondisi kedua, kemungkinan besar hasil evaluasi akan jelek sebab siswa belum mempelajarinya apalagi memahaminya.
                Untuk menghindari kedua hal tersebut di atas sehingga mendapatkan suatu perangkat tes yang representatifseyogyanya dilakukan analisis rasional. Artinya dengan melaksanakan analisis berdasarkan pikiran logik tentang materi-materi yang akan diteskan, tujuan instruksional, tipe dan bentuk tes, dan jenjang kognitif yang akan dicapai.
Analisis rasional tersebut dituangkan dalam bentuk “blue print” atau “lay out” atau “kisi-kisi”yang berisi pokok-pokok uji yang akan disajikan dalam tes. Kisi-kisi adalah suatu acuan berbentuk kerangka mengenai alokasi bahan, tipe bentuk tes , aspek intelektual, taraf kesukaran, jumlah soal dan persentasinya.
Kisi-kisi berfungsi seperti halnya peta tentang penyebaran butir soal, sehingga bahan, bentuk soal, aspek intelektual, taraf kesukaran, jumlah soal dan persentasenyadapat tersebar secara merata. Kisi-kisi yang baik akan dapat menentukan keberhasilan belajar testi dengan tepat, sehingga hasil evaluasi bisa mencerminkan kemampuan siswa.
Berikut ini akan diuraikan mengenai cara pengisian format di atas.
1)    Judul kisi-kisi memuat Bidang Studi/ Sub Bidang Studi yang akan dibuat butir-butir soalnya yaitu Matematika Kelas/Jurusan/Tingkat Sekolah dimaksudkan bahwa soal itu ditujukan untuk Kelas, Jurusan, dan Tingkat Sekolah siswa yang bersangkutan.
2)    Kolom (1) diisi dengan Pokok Bahasan/ Sub Poko Bahasan dan Taraf Kesukaran. Untuk mengisinya bisa melihat GBPP atau buku sumber. Sebaiknya dituliskan nomor Pokok Bahasan/Sub Pokok Bahasantersebut sesuai dengan nomor pada GBPP.
3)    Untuk kolom (2) sampai dengan kolom (6) diisi dengan nomor butir soal pada masing-masing sel sesuai dengan jenjang kognitif yang ingin dicapai, dari C.1 sampai C.6, serta ragam pilihan ganda yang sesuai.
4)    Kolom (7) diisi dengan banyaknya butir soal menurut derajat kesukaran (Md, Sd, Sk) untuk setiap sub pokok bahasan yang disajikan.
5)    Kolom (8) diisi dengan banyaknya butir soal menurut sub pokok bahasan, sebagai jumlah dari kolom (7).
6)    Kolom (9) diisi dengan persentase butir soal untuk setiap sub pokok bahasan yang diperoleh dengan membagi bilangan pada kolom (8) dengan jumlah seluruh soal, kemudian dikalikan dengan 100%.
7)    Dengan cara yang sama kita dapat mengisi baris jumlah pada bagian bawah tabel, sekalian dengan persentasenya.
8)    Terakhir, koreksi pekerjaan anda dengan mencocokkan jumlah menurut kolom dan jumlah menurut baris.

2.       Menulis Butir Soal
Setelah melengkapi kisi-kisi yang menggambarkan keseluruhan tes yang akan dibuat, hendaknya pembuat tes melengkapinya dengan Format Penulisan Soal (FPS) seperti tampak dibawah ini.
FORMAT PENULISAN SOAL
                               BIDANG STUDI                  :
                                                JENJANG SEKOLAH          :
                                                PERKIRAAN WAKTU        :
               
NO
NO POKOK BAHASA/ SUB POKO BAHASAN
BAHAN KELAS
JENJANG KOGNITIF
TIK
NOMOR SOAL
SOAL
TINGKAT KESUKARAN
BENTUK SOAL
KUNCI










                Keterangan  :     Jenjang Kognitif                                Tingkat Kesukaran           Bentuk Soal
                                                C1 = pengetahuan           Md = mudah                      A = melengkapi pilihan
                                                C2 = pemahaman             Sd   = sedang                      B = hubungan antar hal
                                                C3 = penerapan                                Sk   = sukar                          C = tinjauan kasus
                                                C4 = analisis                                                                        D = asosiasi pilihan ganda
                                                C5 = sintesis                                                                       E = membaca diagram
                                                C6 = evaluasi

   Pengisian FPS ini merupakan penjabaran dari kisi-kisi yang dilengkapi dengan rumus TIK dan soal secara lengkap ( dengan kunci jawabanya ), maka diperkirakan cara pengisianya tidak akan sulit.   

4.3 Evaluasi Sikap
   Telah diutarakan di muka pada bagian 2.1 (2) halaman 65 bahwa tujuan pendidikan, termasuk didalamnya pengajaran, selain daripada daerah kognitif dan psikomotorik adalah daerah afektif. Diantaranya adalah yyang berkenaan dengan sikap (attitude) sebagai manisfestasi dari minat, motifasi, perasaan, dan semacamnya. Olehh karena itu evaluasi untuk bidang studi matematika tidak hanya terbatas pada bidang afekti, khususnya mengenai sikap siswa.
Pembentukan daerah afektif sebagai hasil belajar matematika relatif lebih lambat daripada pembentukan daerah kognitif dan psikomotorik, karena perubahan daerah afektif (baca sikap) memerlukan waktu yang lebih lama dan merupakan akibat dari pembentukan pada daerah kognitif dan psikomotorik. Gakne (1974) menyebutkan bahwa daerah afektif ini sebagai obyek matematika yang sifatnya tidak langsung, sedangkan daerah kognitif dan psikomotorik sebagai obyek langsung, yang dapat secara langsung dapat dimiliki dalam diri  siswa setelah kegiatan belajar mengajar berlangsung.
Dengan melaksanakan evaluasi sikap terhadap matematika, ada beberapa hal yang bisa diperoleh guru, antara lain bisa :
1)      Memperoleh balikan (feed back) sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan program pengajaran remidial;
2)      Memperbaiki perilaku diri sendiri (guru) maupun siswa;
3)      Memperbaiki atau menambah fasilitas belajar yang masih kurang; dan
4)      Mengetahui latar belakang kehidupan siswa yang berkenaan dengan aktivitas belajarnya.
Pengertian sikap itu sendiri berkenaan dengan perasaan (kata hati) dan manifestasinya berupa perilaku yang bersifat positif (favorable) atau nagatif (unfavorable) terhadap obyek atau obyek-obyek tertentu. Obyek-obyek tersebut bisa diri sendiri, orang lain, kegiatan, keadaan, lingkungan, dan sebagainya.
Pada bagian terdahulu telah dikemukakan bahwa untuk mengevaluasi sikap dapat dilakukan dengan wawancara., observasi, dan angket dengan segala kekurangan dan kelebihannya.
Beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam menyusun pernyataan untuk mengungkapkan sikap seseorang terhadap suatu obyek, sehingga bisa memperoleh jawaban yang benar-benar diharapkan, setiap pernyataan yang diajukan hendaknya tidak meragukan dan menimbulkan tafsiran lain. Edwars (1969, 13-14) mengemukakan kriteria tersebut adalah :
1)      Arahkanlah pernyataan yang dikemukakan yang berhubungan dengan kondisi aktual, tidak mengungkapkan hal-hal yang sifatnya sudah basi;
2)      Hindarkan pernyataan yang merupakan suatu fakta atau dapat dianggap fakta, sehingga tidak mengungkapkan siakp;
3)      Pernyataan hendaknya tidak mengandung arti yang bermacam-macam, sehingga membingungkan;
4)      Pernyataan hendaknyya relevan dengan aspek psikologis yang akan dievaluasi;
5)      Hindarkan pernyataan yang akan disetujui oleh semua responden, atau sebaliknya;
6)      Pilihlah pernyataan-pernyataan yang dianggapmewakili isi keseluruhan skala sikap yang akan dievaluasi;
7)      Susunlah pernyataan dalam bahasa yang sederhana, jelas, dan langsung pada pokok masalah;
8)      Pernyataan yang disajikan diusahakan singkat;
9)      Tiap pernyataan diuashakan hanya nenuat satu pokok pikiran;
10)   Hindarkanlah kata-kata yang sifatnya universal, seperti semua, setiap, selalu, tak satu pun, atau tak pernah sehingga tidak menimbulkan keraguan;
11)   Hati-hati menuliskan pernyataan dengan menggunakan kata “hanya”, dan sejenisnya,
12)   Usahakan menyusun pernyataan dengan kalimat tunggal;
13)   Gunakan kata-kata yang sudah banyak dikenal(familiar)agar tidak menyesatkan; dan
14)   Hindarkan menggunakan pernyataan yang mengandung kata negatif lebih dari satu kali;

Keabsahan ( validitas ) suatu skala sikap biasanya dilakukan dengan cara mempertimbangkan (judgement) nya secara teoritik. Untuk validitas isi bisa diperiksa apakah pernyataan-pernyataan yang disajikan telah memiliki komponen-komponen sikap yang akan dievaluasi.Untuk validitas tampilan ( face validity ), apakah butir-butir pernyataan yelah cukup jelas, mudah dipahami, baik dari segi bahasa mau pun dari segi teknis lainnya. Untuk validitas konstruksi psikologis, apakah seluruh pernyataan yang disajikan telah sesuai dengan tujuan evaluasi sikap tersebut dan maupun mengungkapkannya.
4.3.1     Skala Likert
  Dalam skala likert, responden (subyek) diminta untuk membaca dengan sesama setiap pernyataan yang disajikan, kemudian ia diminta untuk menilai pernyataan-pernyataan itu. Pernilaian terhadap pernyataan-pernyataan itu sifatnya subyektif, tergantung dari kondisi sikap masing-masing individu.faktor dari luar yang bisa mempengaruhi diusahakan tidak ada.
 Derajat penilaian siswa terhadap suatu pernyataan terbagi ke dalam 5 (lima) kategori yang tersusun secara bertingkat, mulai dari Sangat Tidak Setuju (STS),Tidak Setuju (ST), Netral (N), Setuju (S), dan Sangat Setuju (SS) atau bisa pula disusun sebaliknya.
Dalam menganalisis hasil angket, skala kualitatifdi atas ditransfer ke dalam skala kuantitatif. Untuk pernyataan yang bersifat positif ( favorable )kategori Ssdiberi skor tinggi, makin menuju ke STS skor yang diberikab berangsur-angsur menurun.
Sebaliknya untuk pernyataan yang bersifat negatif ( unfavorable )untuk kategori SS diberi skor terendah, makin menuju ke STS skor yang diberikan berangsur-angsur makin tinggi.
  Pembicaraan mengenai bobot untuk setiap pernyataan untuk angket yang dibuat, dalam buku ini akan ditentukan secara kasar saja dengan mengansumsikan bahwa setiap pernyataan yang disajikan memiliki kontribusi yang sama terhadap sikap individu secara keseluruhan. Hal ini dimaksudkan agar  pembuatan angket skala sikap model ‘Likert ini bisa mudah dipahami dan dilaksanakan.
  Pembobotan yang paling sering dipakai dalam mentransfer skala kualitatif ke dalam skala kuantitatif adalah.
Untuk pernyataan favorable, jawaban :
                               SS diberi skor 5
                               S diberi skor 4
                               N diberi skor 3
                               TS diberi skor 2
                               STS diberi skor 1
Sebaliknya untuk pernyataan unfavorable, jawaban :
                               SS diberi skor 1
                               S diberi skor 2
                               N diberi skor 3
                               TS diberi skor 4
                               STS diberi skor 5
 Hal yang perlu dicatat bahwa bobot (skor) untuk setiap pernyataan itu tidak disajikan dalam lembaran angket, tetapi hanya untuk keperluan pengolahan data saja. Jika disajikan kemungkinan unsur obyektivitas responden dapat dipengaruhi oleh adanya skor tersebut. Di samping itu agar jawaban siswa tidak spekulatif, usahakan penyajian butir pernyataan yang favorable dan yang unfavorable tidak terpola.

4.3.2     Skala Thurstone
   Selain dari skala Likert, skala lain yang banyak dipergunakan untuk mengungkapkan sikap individu adalah Skala Thurstone. Skala Thurstone memuat sejumlah pernyataan yang harus dipilih oleh respoonden, yang masing-masing telah diberi skor (bobot) tertentu.
  Pada skala Likert pembuat angket bisa saj mengasumsikanbahwa kontribusi setiap pernyataan terhadap sikap dari seseorang individu sama, tetapi dalam skala Thurstone justru hal ini yang dipentingkan. Pernyataan yang kontribusinya terhadap sikap lebih tinggi diberi skor lebih besar, sebaliknya pernyataan yang kontribusinya lebih rendah diberi skor lebih kecil. Dengan demikian dalam skala ini pernyataan-pernyataan yang disajikan tidak dipilah ke dalam pernyataan yang favorable dan unfavorable.
Pernyataan yang disajikan dengan mengunakan skala Thurstone ini biasanya dibuat sebanyak 10 (sepuluh) butir. Responden diminta memilih 5 pernyataan yang paling sesuai dengan sikapnya. Skor yang diperoleh responden didapat dengan menghitung terata skor dari pernyataan yang dipilih tadi. Interpretasi dari hasil angket bahwa responden bersikap positif atau bersifat negatif tergantung dari interval skor yang dipergunakan.
Berikut ini disajikan contoh angket yang disajikan dengan menggunakan model skala     Thurstone.
Putunjuk : pilihlah 5 (lima) buah pernyataan yang paling sesuai dengan sikap anda terhadap pelajaran matematika, dengan cara membubuhkan tanda cek (V) di depan
nomor pernyataan di dalam tanda kurung.
1)      Saya senang belajar matematika
2)      Matematika adalah segalanya buat saya
3)      Jika ada pelajaran kosong saya lebih suka diisi dengan pelajaran matematika.
4)      Belajar matematika menumbuhkan sikap kritis dan kreatif.
5)      Saya merasa pasrah terhadap ketidak-berhasialan saya dalam matematika.
6)      Penguasaan matematika akan sangat membantu dalam mempelajari bidang studi lain.
7)      Saya selalu ingin mengingatkan pengetahuan dan kemampuan saya dalam matematika.
8)      Pelajaran matematika sangat menjemukan.
9)      Saya merasa terasing jika ada teman membicarakan matematika.
      10)Saya tidak pernah menambah pengetahuan matematikaselain pelajaran di kelas.

Dibandingkan dengan skala Likert, skala Thurstone hanya menyajikan butir pernyataan yang sedikit sehingga aspek sikap yang bisa diungkapkan relatif sedikit pula.Namun demikian skala Thurstone mempunyai kelebihan pada ketajaman pernyataan untuk menggungkapkansikap tersebut, sehingga lebih sedikit kemungkinan responden menjawab dengan cara menebak. Untuk mengurangi kelemahan di atas di samping cara pemberian skor yang cukup rumit, untuk setiap aspek mengenai sikap bisa dibuat satu set (10 butir)pernyataan. Misalkan dari segi materi matematika, pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, sistem evaluasi, saran dan prasarana, masing-masing 10 butir pernyataan sehingga seluruh aspek sikap terhadap matematika bisa terungkap.

4.3.3  Skala Guttman
  Pada skala sikap model Guttman, tingkat ketajaman kontribusi pernyataan terhadap sikap yang akan diungkapkan lebih jelas lagi, sebab jawaban terhadap pernyataan pertama disusul (dilacak) oleh pernyataan kedua, dan pernyataan kedua disusul lagi oleh pernyataan ketiga, dan seterusnya. Pernyataan berikutnya merupakan pelacak tentang jawaban pada pernayataan sebelumnya. Jadi setiap pernyataan yang disajikan saling terkait, tidak saling lepas satu sama lain.
  Karena sifat dari pernyataan yang disajikan dalam skala Guttman demikian, maka ruang lingkup masalah (aspek) yang berkenaan dengan sikap seseorang menjadi sempit. Seringkali hanya satu aspek saja yang bisa diungkapkan. Untuk menaggulangi kelemahan ini, bisa dibuat beberapa set pernyataan seperti halnya pada skala Thurstone.
  Jawaban yang harus diberikan pada skala Guttman dengan cara menumbuhkan tanda cek (V)pada kolom “YA”, “MUNGKIN YA”, “MUNGKIN TIDAK”, dan “TIDAK”.
  Berikut ini disajikan suatu contoh instrumen (angket) dengan menggunakan skala Guttman
Petunjuk : Bubuhkan tanda cek (V) pada tempat yang telah disediakan sesuai dengan sikap anda terhadap pernyataan-pernyataan yang disajikan.

SIKAP ANDA TERHADAP PELAJARAN METEMATIKA


NO
Pernyataan
Ya
Mungkin
Tidak

Ya
Tidak

1

2


3


4


5


6


7


8


9


10
Pelajaran matematika sangat menyenangkan
Saya selalu berusaha meningkatkan kemampuan saya dalam matematika
Sya selalu berusaha untuk mengerjakan soal matematika dengan baik
Saya selalu berusaha untuk melengkapi buku-buku matematika
Saya merasa sedih jika tidak bisa mengerjakan soal metematika dengan baik
Saya tidak merasa pasrah terhadap ketidakberhasilan saya dalam matematika
Saya seringkali menambah pengetahuan matematika diluar jam pelajaran luar sekolah
Saya merasa senang jika ada teman yang membicarakan matematika
Matematika dirasakan ada manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari
Saya belajar matematika karena merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diikuti






4.3.4  Skala Diferansial Semantik
  Skala Diferensial Sematik mula-mula dikembangkan oleh Osgood dan kawan-kawan. Skala ini menuntut responden untuk memberikan penilaian tentang suatu obyek atau keadaan dengan memberikan tanda (sek) pada kontinum (selang)pernyataan yang ditulis ekstrimnya, yaitu ekstrim negatif dan ekstrim positif. Titik tengah kontinum itu sebagai titik netral (nol).
  Untuk memberikan skor pada jawaban siswa, tempat-tempat tertentu pada kontinum itu diberi nilai, mulai dari nilai negatif menuju nilai positif, dari kiri kekanan.
Skala penilaian yang biasa dipergunakan adalah
                               -3,-2,-1, 0, 1, 2, 3
Atau bisa juga ditulis sebaliknya.
  Jika nilai merata yang diperoleh seorang individu lebih besar dari pada nol, maka ia mempunyai sikap positif, sebaliknya jika kurang dari pada nol maka ia bersikap negatif.
 Berikut ini disajikan contoh skala sikap model diferensial semantik tentang pengajaran matematika.

PENGAJARAN MATEMATIKA DI KELAS

No
Pernyataan
Kiri
Jawaban
Pernyataan
Kanan
1
2
3
4
5
6

7

8
Sulit dimengerti
Tegang
Ruwet
Kurang contoh
Contoh kurang relavan
Pemberian contoh tidak menambah pengertian
Pekerjaan rumah terlalu banyak dan sulit
Evaluasi kurang obyektif dan tidak kontinu

Mudah dimengerti
Menyenangkan
Sistematik
Contoh cukup banyak
Contoh cukup relavan
Pemberian contoh menambah pengertian
Pekerjaan rumah cukup dan bervariasi
Evaluasi obyektif dan kontinu


4.4         Evaluasi Keterampilan Matematika
    Keterampilan matematika mencakup dua hal,yaitu keterampilan kognitif dan keterampilan psikomotorik. Keterampilan kognitif berupa kecepatan mengerjakan soal-soal matematika, misalnya alogaritma (berhitungan matematika dengan menggunakan aturan atau pola tertentu) atau sola-soal matematika yang proses pengerjaannya sudah rutin.Lebih cepat mengerjakan soal-soal tersebut dikatakan lebih trampil. Soal-soal jenis ini kebanyakan berkenaan dengan jenjang kognitif C.1 (pengetahuan).
  Keterampilan matematika yang bersifat psikomotorik berupa keterampilan fisik dalam menggunakan alat-alatmatematika dengan tepat, cepat, sistematik, dan benar.
Misalnya terampil menggunakan sepasang mistar segitiga atau jangka dalam melukis bangun geometri, garis sejajar, garis tegak lurus;terampil menggunakan kalkulator , dan terampil memanipulasi alat peraga matematika.
  Untuk mengevaluasi keterampilan kognitif bisa dilakukan dengan tes lisan atau tertulis, sedangkan untuk mengevaluasi ketarmpilan psikomotorik digunakan tes perbuatan. Untuk hal terakhir ini bisa dilakukan dengan melalui observasi dengan menggunakan pedoman observasi seperti yang telah dicontohkan pada halaman dan di muka.